Proses pembuatan tepung tapioka pdf




















Bahasa Edukasi Filsafat Sosbud. Kotak Suara. Analisis Kandidat. Birokrasi Hukum Keamanan Pemerintahan. Ruang Kelas. Digital Lingkungan Otomotif Transportasi. Kuliner Travel. Konten Terkait. Siti Arifah Mohon Tunggu Proses Produksi Tepung Tapioka. Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto. Proses produksi tepung tapioka melalui tahap berikut: 1. Tahap pengupasan dan pencucian. International Journal of Agriculture and Earth Science 1 8 Aminullah, Muhandri, T.

Kajian penambahan guar gum, tawas, dan air terhadap karakteristik mutu fisik mi jagung basah metode ekstrusi. Jurnal Pertanian 10 1 Anugrahati, N. Physicochemical properties of rice Oryza sativa L. International Food Research Journal 24 1 Washington: Benjamin Franklin Station. Budi, F. Kristalinitas dan kekerasan beras analog yang dihasilkan dari proses ekstrusi panas tepung jagung.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 28 1 Cham, S. Effect of hydrothermal treatment of rice on various rice noodles quality. Journal of Cereal Science Chauhan, A. Effect of hydrocolloids on microstructure, texture and quality characteristics of gluten-free pasta. Journal of Food Measurement and Characterization 11 3 Diniyah, N.

Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian 15 2 Effendi, Z. Sifat fisik mie basah berbahan dasar tepung komposit kentang dan tapioka. Jurnal Agroindustri 6 2 Ezeigbo, O. Determination of starch and cyanide contents of different species of fresh cassava tuber in Abia State, Nigeria. British Biotechnology Journal 6 1 Fari, M. Setelah kering, umbi talas kemudian diblender dan diayak dengan ayakan 80 mesh. Dihasilkan tepung talas dan dikemas di dalam plastik.

Berikut bagan pembuatan tepung talas. Pembuatan tepung talas Sumber : Koswara, Daging yang telah distandarisasi dibagi menjadi dua bagian yaitu seperempat bagian digiling dan tiga perempat bagian lainnya diiris-iris, kemudian dibekukan. Adonan yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam selongsong atau casing sosis berdiamater 4,5 cm. Proses conditioning dilakukan pada suhu kamar selama 24 jam, kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi pada suhu kamar selama 6 hari yang diselingi dengan proses pengasapan selama 2 jam setiap harinya pada suhu kamar Arief, Maheswari, Suryati, Komariah dan Rahayu, Jenis kayu sebagai sumber asap sebaiknya berasal dari kayu keras yang dapat menghasilkan asap dengan mutu dan volume asap sesuai yang diharapkan Suradi, Suryaningsih dan Bararah, Asap banyak mempengaruhi warna karena adanya senyawa karbonil.

Senyawa karbonil bergabung dengan asam amino protein daging untuk membentuk senyawa furfural menghasilkan warna coklat. Senyawa phenol dan karbonil memberi flavor asap. Kelebihan kondensasi kelembaban yang berlebihan dalam permukaan produk harus dihindari yang akan membuat emulsi tidak stabil. Nilai itu penting untuk keseimbangan kelembaban dalam ruang pengasapan yang dapat mengendap pada permukaan produk tanpa mengubah dari kelembaban berlebih dan menjadi kelembaban minimum dan penguapan.

Kelembaban relatif ruang yang tinggi akan mempermudah endapan asap. Kelembaban permukaan daging juga mempengaruhi penetrasi asap kedalam produk. Permukaan yang cukup lembab akan mempermudah penetrasi asap, sebaliknya permukaan daging yang terlalu kering akan mempersulit proses penetrasi asap ke dalam produk daging sosis frankfurters yang diasap Xiong and Mikel, Kualitas sosis dibagi menjadi beberapa aspek yaitu kualitas organoleptik yang meliputi penampilan, warna, tekstur dan rasa, standar kimiawi seperti spesifikasi tipe daging dan persentasi maksimum lemak sosis, serta standar bakteriologi Essien, Kualitas sosis tidak hanya ditentukan oleh rasa namun juga kandungan nutrisinya Zebua dkk.

Kualitas sosis yang baik dapat diukur dan disesuaikan dengan standar mutu yang diberlakuakan SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Syarat Mutu Sosis No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan: 1. Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Waktu penelitian: 26 Oktober sampai 30 November Level substitusi dan komposisi sosis dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Diagram alir pembuatan sosis fermentasi Arief dkk. Pengujian kadar protein, metode kjeldahl di Lampiran 1. Pengujian kadar karbohidrat, metode by difference dapat dilihat di Lampiran 2. Pengujian kadar lemak, metode soxhlet dapat dilihat di Lampiran 3. Pengujian kadar abu, metode tanur dapat dilihat di Lampiran 4. Tabel 5. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Zebua dkk. Hal ini karena perbedaan sosis yang dibuat yaitu bukan sosis fermentasi sedangkan pada penelitian ini sosis difermentasi dengan bakteri asam laktat.

Faktor lain yang mempengaruhi yaitu adanya proses fermentasi karbohidrat oleh bakteri asam laktat menyebabkan penurunan pH yang berpengaruh pada proses proteolitik yang memecah protein menjadi senyawa NPN Candogan and Acton, Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi kadar protein adalah proses penggilingan daging bersama es dan garam serta penyimpanan selama beberapa jam sebelum diolah menjadi sosis menyebabkan ekstraksi protein atau kemampuan protein mengikat lemak dan air yang lebih efisien sehingga mempengaruhi protein sosis Pasaribu, Proses penggilingan mengakibatkan suhu daging meningkat yang menyebabkan denaturasi sebagian protein.

Nisa dan Wardani menambahkan bahwa proses pengasapan, fermentasi dan pemasakan juga mempengaruhi kadar protein. Diduga karena adanya proses pengasapan dalam pengolahan sosis menyebabkan sejumlah protein terdenaturasi.

Hal ini didukung oleh Ridal , bahwa dengan adanya proses pemanasan maka bahan pangan yang mengandung protein akan terdenaturasi sehingga mengakibatkan kualitas protein menurun. Substitusi tepung talas terhadap kadar protein sosis fermentasi tidak memberikan perbedaan pengaruh disebabkan karena perbedaan kandungan protein pada tepung talas, daging serta susu skim.

Protein tersebut dapat mengalami penurunan karena beberapa jenis protein sangat peka terhadap perubahan lingkungan, misalnya oleh perubahan suhu, pH atau karena terjadinya suatu reaksi dengan senyawa lain, ion-ion logam, maka aktivitas biokimianya akan berkurang. Denaturasi merupakan suatu aktivitas perubahan konformasi alamiah menjadi konformasi yang tidak menentu. Daging sapi sebelum dibuat menjadi adonan sosis terlebih dahulu digiling.

Peningkatan jumlah konsentrasi tepung talas diikuti dengan kenaikan kadar lemak, kecuali pada P2. Hasil persentase kadar lemak dari P0, P1, P2, P3, dan P4 berturut-turut yaitu 13,64 ; 14,52 ; 13,08 ; 17,37 ; dan 19, Kemudian mengalami kenaikan hingga P4. Hal ini diduga karena proses pencampuran adonan yang kurang merata sehingga emulsi menjadi kurang stabil dan menyebabkan penumpukan kandungan lemak pada bagian tertentu sosis dan menyebabkan kadar lemak tinggi pada bagian tertentu saja.

Selain itu, peningkatan lemak dapat terjadi karena adanya pemanfaatan lemak dalam tepung talas oleh bakteri asam laktat. Lemak dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan cara menghidrolisa triasilgliserol lipid netral oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol Setyorini, Arifin dan Nurwantoro. Nisa dan Wardani menambahkan bahwa bakteri asam laktat memiliki aktifitas lipolitik sekunder, yang dapat memecah lemak menjadi senyawa kimia yang lebih sederhana.

Aktifitas lipolitik dikendalikan oleh enzim lipase yang dimiliki oleh bakteri asam laktat sehingga dapat membebaskan asam lemak. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu proses pengasapan. Senyawa kimia utama yang terdapat didalam asap antara lain adalah asam-asam organik seperti asam formiat, asam asetat, asam butirat, asam kaprilat, asam vanilat dan lain- lain yang sifatnya larut dalam petrolium ether sehingga dapat menambah kadar lemak.

Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa pada P2 rataan kadar karbohidrat yang dihasilkan merupakan yang tertinggi diantara semua perlakuan. Hal ini diduga disebabkan adanya peran starter yang digunakan yaitu L.

Hal ini didukung oleh Rahayu et al. Senyawa-senyawa ini berguna sebagai pengawet dan pemberi rasa asam pada produk bekasam ikan fermentasi. Kadar karbohidrat yang terkandung dalam tepung talas yang digunakan sebagai bahan pengisi sosis fermentasi dimanfaatkan oleh bakteri asam laktat dan diubah menjadi senyawa lain yang lebih sederhana. Hal tersebut menyebabkan semakin tinggi kadar tepung talas yang disubstitusikan, kadar karbohidrat sosis semakin rendah.

Rataan kadar abu meningkat seiring peningkatan konsentrasi tepung talas yang ditambahkan. Kadar abu sosis meningkat seiring dengan peningkatan substitusi tepung talas yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Zebua dkk. Ditambahkan oleh Nisa dkk. Mineral tersebut dapat berasal dari mineral alami yang terkandung dalam suatu bahan atau penambahan garam mineral yang terjadi selama selama proses pembuatan sosis.

Kandungan tepung talas yangn juga menyebabkan tingginya kadar abu sosis yaitu kadar serat. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Nisa dan Wardani , bahwa kandungan serat dalam bahan pengisi juga mempengaruhi kadar abu sosis. Hal ini karena didalam serat juga terdapat kandungan mineral sehingga semakin tinggi kadar serat suatu bahan pangan akan mempengaruhi jumlah mineral yang berefek pada kandungan abu bahan pangan tersbut.

Berdasarkan 5 perlakuan yang telah diujikan, dapat ditentukan perlakuan terbaik dengan metode deskriptif. Penentuan perlakuan terbaik didasarkan pada hasil satistik rata-rata setiap perlakuan. Kadar lemak terbaik ditentukan dengan nilai rata-rata kadar lemak terendah dari 5 perlakuan. Hal ini karena kualitas sosis ditentukan oleh tinggi rendahnya kadar lemak karena berhubungan dengan kadar kolesterol yang terkandung di dalamnya.

Sosis sendiri merupakan produk olahan daging yang ditambahkan dengan sejumlah lemak sehingga kandungan lemak sosis sering menjadi penghalang bagi konsumen yang tidak menyukai produk tinggi lemak.

Oleh sebab itu penentuan kadar lemak terbaik didasarkan pada nilai terendah dari semua perlakuan. Namun pada P4 untuk nilai rata-rata kadar lemak merupakan yang tertinggi, maka harus disesuaikan dengan nilai rata-rata kadar lemak terbaik. Selain itu, nilai rata-rata kadar protein sosis pada P4 lebih rendah dibanding P2.

Namun pada P0 untuk nilai rata-rata kadar lemak masih lebih tinggi dibanding P2, maka harus disesuaikan dengan nilai rata-rata kadar lemak terbaik. Selain itu, nilai rata-rata kadar protein sosis pada P0 lebih rendah dibanding P2.

Sehingga perlakuan terbaik yaitu pada P2 untuk kadar protein, lemak, karbohidrat dan abu. Forrest, E. Hendrick, M. Judge and R.

Principle Of Meat Science. Ahmad, A. Amer, Journal Food Process. Anggraeni, D. Widjanarko dan D. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. Arief, I. Maheswari, T. Suryati, Komariah dan S.

Media Peternakan. Edwards, G. Fleet and M. Ilmu Pangan. Cara tradisional pembuatan tepung tapioka. Dengan mesin. Yang dirancang ini, proses pemarutan ketela pohon yang sudah dikupas, pemerasan penggilasan dan. Dengan mesin yang dirancang ini, waktu proses, yaitu proses pemarutan, pemerasan penggilasan , dan penyaringan menjadi lebih singkat, bila dibandingkan dengan cara tradisional.

Dengan waktu proses yang lebih singkat, laju produksi per satuan waktu menjadi lebih besar. Proses pembuatan tepung tapioka secara tradisional terdiri dari tiga tahap yang dilakukan secara terpisah. Tahap pertama adalah proses pemarutan ketela pohon yang sudah dikupas kulitnya, sedangkan tahap kedua dan ketiga adalah proses pemerasan dan penyaringan parutan ketela pohon yang sudah dicampur air, untuk mendapatkan tepung tapioka. Proses pemarutan, proses pemerasan dan penyaringan untuk mendapatkan tepung tapioka dilakukan dengan cara manual,menggunakan tenaga manusia.

Selain dengan cara tradisional yang umumnya dengan cara manual , tahapan pembuatan tepung tapioka juga dapat dilakukan secara mekanik, yaitu dengan bantuan peralatan, baik untuk proses pemarutan maupun proses pemerasan dan penyaringannya. Cara mekanik yang ada, menggunakan dua alat yang terpisah di mana satu alat dipakai untuk proses pemarutan, sedangkan alat yang lain digunakan untuk proses pemerasan dan penyaringan. Ada beberapa alternatif mekanisme yang bias dipakai, baik untuk tahapan pemarutan maupun tahap pemerasan dan penyaringan.

Mekanisme Pemarutan dan Pemerasan. Setelah proses pemarutan dilakukan, hasil parutan dicampur dengan air kemudian diperas dan disaring. Setelah disaring, campuran yang terdiri dari tepung ketela pohon dan air ini diendapkan. Setelah mengendap dan dipisahkan dari airnya, maka endapan tepung ketela pohon ini kemudian dijemur hingga kering. Proses penjemuran dan pengeringan dilakukan terpisah dan tidak merupakan bagian dari mesin yang dirancang ini. Mekanisme yang umumnya dipakai untuk.

Pertama adalah menggunakan parut berputar.



0コメント

  • 1000 / 1000